Friday 20 April 2018

CSR, Idealitas, dan Negara Dunia ke-3


Baru –baru ini, sebuah brand perawatan kulit merek global melakukan suatu rangkaian kegiatan ke daerah-daerah kantong kemiskinan dan terdampak bencana, yakni daerah Bangkalan di Madura dan wilayah Sinabung di Sumatera Utara. Tujuannya adalah memperbaiki kulit masyarakat setempat akibat dari kemiskian dan bencana. Dalam satu statement-nya, akibat dari kulit yang tidak ideal itu, mereka harus terganggu dalam menjalani kegiatan sehari-harinya. Namun entah apa korelasi dari kulit yang tidak ideal dengan terganggunya kegiatan sehari-hari.

Tercatat 154 orang mengikuti program ini, dan akan dilanjutkan dengan 200 orang lainnya di wilayah Sinabung. Program ini merupakan bagian dari rangkaian agenda besar holding perusahaan yang direncanakan menerapkan strategi sustainability business pada tahun 2025 mendatang. 61 negara terdaftar telah menerima program ini, dan hampir seluruhnya adalah negara-negara Asia dan Afrika. Gerakan perbaikan kulit yang di kampanyekan oleh brand terkesan “membantu” masyarakat sekitar dan bebas dari ideologi. Namun, jika ditelaah lebih jauh, jelas gerakan ini memiliki setidaknya beberapa masalah, dan akan saya jabarkan kemudian.

Aktivitas perbaikan kulit yang dilakukan brand tersebut menjadi alat legitimasi standarisasi kecantikan dan kesehatan kapitalis. Kapitalisme dan imperialisme memberikan ilusi bahwa tubuh yang sehat adalah yang memiliki kulit putih dan mulus. Citra inilah yang selalu digembar-gemborkan kapitalis-imperialis ke negara-negara koloni yang dianggap belum mapan berkebudayaan, terkhusus di wilayah Asia dan Afrika. Sudah dari ber-abad-abad lalu, mereka mencoba untuk me-liberate, memaksakan kebudayaan, memaksakan standar, dan cara hidup ke negara bekas kolonial, sehingga negara-negara ini memiliki standar hidup dan kebudayaan yang tinggi seperti mereka, semacam transfer kebudayaan.

Adanya kegiatan yang seolah-olah “membantu” tanpa adanya unsur ideologis di dalamnya, menjadi alat legitimasi standar itu. Brand melakukan aktivitasnya dengan seolah-olah nir ideologi. Kenyataanya,  mereka melakukan itu untuk membentuk pola pikir bahwa standar manusia yang sehat dan ideal adalah yang memiliki kulit mulus. 

Yang tidak mulus, kusam, bahkan putih adalah tidak sehat dan tidak ideal. Maka dari itu, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk merubah manusia di negara ke 3 dan transisi menjadi manusia-manusia yang sehat dan ideal. Dengan begitu, orang-orang ini harus membeli produk yang dijajakan untuk memperbaiki dan memelihara kulitnya agar sesuai dengan standar manusia sehat dan ideal. Ini merupakan skema imperialisme di abad 21, yang juga tidak terlepas dari unsur rasisme. 

Gimmick ini dibuat untuk menjual produk mereka kepada masyarakat dunia terkhusus dunia ketiga dan negara transisi. Bukan juga suatu kebetulan, jika pada akhirnya target penjualan terbanyak adalah di wilayah tersebut, yang secara jumlah lebih banyak dan secara perilaku lebih konsumtif. Lagi-lagi ini juga merupakan suatu iklim yang telah dikondisikan dan terstruktur. Ilusi-ilusi standar ini terus digemakan oleh kaptalisme untuk menjual produk mereka agar lebih laris, dan tentu saja pada akhirnya adalah mengakumulasi kapital.

Gimmick yang dilakukan perusahaan dengan dalih Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan cara korporasi dalam mencari pasar baru. Lainnya, cara tersebut merupakan usaha cuci tangan perusahaan atas pengerusakaan dan pemiskinan peradaban dunia akibat dari sistem bisnis kapitalistik yang dijalankan selama bertahun-tahun.

Bisnis model kapitilisme sudah dari sononya bersifat rakus dan menindas, sehingga perusahaan menggunakan CSR sebagai alat penutup dosa dan alat pengabur dampak kerusakan alam dan manusia akibat sistem yang menindas. Terlebih, kembali lagi ke contoh persoalan, kampanye perbaikan kulit ini dilakukan di kantong-kantong kemiskinan dan bencana di wilayah dunia ketiga dan negara transisi.

Jauhnya lagi, aktivitas CSR juga membiaskan kewajiban negara untuk menyelesaikan persoalan sosial, lingkungan, dan kemiskinan.

Pertanyaan yang kiranya penting ditanyakan terkait dengan perbaikan kulit yang dikampanyekan brand adalah apakah kulit tidak mulus adalah suatu masalah? Apakah dengan kulit tidak mulus akan dapat menganggu aktivitas di sekolah, kantor, dan bahkan rumah tangga, seperti yang di klaim oleh perusahaan? apakah dengan kulit tidak mulus dan ideal akan mengganggu kontribusi kita untuk kemasahalatan umat? Pertanyaan lanjutannya adalah mengapa jika munculnya permasalahan kulit adalah akibat dari faktor lingkungan yang kumuh dan tidak sehat, serta akibat dari kemiskinan, kita tidak langsung saja menghantam perosalaan yang lebih riil dan mengakar?

Korporasi menggunakan gimmick tersebut untuk melipatgandakan penjualan mereka. Ilusi ideal dan sehat dibuat agar dagangannya laris. Sama halnya dengan ilusi kecantikan ideal yang mereka bawa dan jual di negara dunia ketiga dan transisi, yang secara rasial sebagian besar berbeda. Dan pada akhirnya  ini merupakan sebuah usaha kapitalis dalam melipatgandakan keuntungannya. 


Thursday 29 March 2018

Identity Sebuah Pertanyaan

“Lelaki tidak lagi menoleh memandangku”
“Dan aku? Bagaimana kau bisa berpikir lelaki tidak lagi menolehmu, padahal aku tidak pernah berhenti mengubermu dimana pun juga kamu”
Novel yang di selesaikan pada tahun 1996 saat musim gugur ini berkisah tentang sepasang kekasih yang mempertanyakan kembali cinta mereka, indikator yang membentuk cinta mereka juga keyakinan cinta diantara keduanya.

Adalah Chantal dan Jean-marc, sepasang kekasih yang kehilangan identitas dan keyakinan cinta diantara keduanya. Chantal adalah seorang janda yang masih diselimuti kenangan masa lalunya. Ia menjalin kasih dengan seorang laki-laki berusia 4 tahun di bawahnya, Jean-marc.
Chantal mengalami kekaburan identitas saat dirinya tengah berlibur di sebuah pantai, di Normandia. Ketika ia kehilangan jejak Jean-marc dan mencoba mencarinya di sepanjang pantai. Batinnya bergumul, pikirannya mengisyaratkan bahwa laki-laki tidak lagi tertarik kepadanya karena ia sudah terlalu tua. Ia mulai mempertanyakan cintanya kepada jean-marc dan cinta jean-marc kepadanya. Ia merasa kisah cinta ini berjalan atas dasar rasa iba. Bukan hanya Chantal yang mengalami keraguan, jean-marc pun merasakan hal serupa. Keraguan yang dialaminya ditandai dengan keputusannya untuk menguntit Chantal.

Chantal dinarasikan sebagai perempuan yang terjebak dalam kegamangan. Ia bahkan tidak dapat membedakan apakah ia tengah berada dalam mimpi atau realitas.

Beberapa hari setelah ia mengalami keraguan, seseorang mengiriminya surat-surat yang berisi kekaguman atas dirinya. Dalam suratnya dikatakan, “kau cantik, cantik sekali”. Chantal membaca surat-surat itu dengan malu dan kemudian meletakanya di bawah tumpukan behanya. ia tidak ingin jean-marc mengetahui bahwa ia menginginkan bahkan berhasrat dengan pria lain yang ia pun tidak mengetahui siapa.

Tumpukan beha menandai sesuatu yang privat, rahasia. Kundera mengisyaratkan bahwa sepasang kekasih yang bahkan sudah tidur dan tinggal bersama masih menyimpan rahasianya masing-masing. Bukan hanya Chantal yang menyimpan rahasia, jean-marc pun menyimpan sebuah rahasia yang tidak ingin diketahui Chantal. Sebuah rahasia yang pada akhirnya membuat jiwa kekasihnya bergelora lagi, dorongan biologisnya bergejolak lagi.

Kundera menulis identity dengan narasi-narasi yang efektif. Hal ini terbukti dengan hanya menghabiskan 175 lembar. Sedikitnya halaman tidak berarti identity digarap dengan sembarangan, asal-asalan. Seperti halnya novel kundera yang lain ia masih bernuansa filosofis yang absurd. Kamu akan tau ketika kamu telah sampai pada halaman terakhir.

Sekilas, identity merupakan novel yang menceritakan tentang hilangnya identitas 2 orang manusia. Tapi benarkah novel ini bercerita tentang hilangnya identitas seseorang? Hilangnya identitas diri sendiri dalam hal ini chantal dan jean-marc? Atau seperti yang dipahami oleh kaum postmo bahwa identitas adalah hal organis yang tidak bersifat mutlak? Mungkinkah Chantal dan Jean-marc yang berusaha menghilangkan identitas Anne, tetapi pada suatu waktu Chantal mendapati kembali identitas Anne di dalam dirinya?

Kundera sekali lagi berhasil membuat novel absurd yang datar tanpa ekspresi. Kundera berhasil membuat saya mual.

Dec 17th, 2016

Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop

Judul Buku      : Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop
Penulis             : Aquarini Priyatna
Penerbit           : Jalasutra, Yogyakarta & Bandung
Cetakan           : Pertama, 2006
Tebal               : 464 Hal

Feminisme merupakan sebuah idea jamak yang jika didefinisikan menjadi sebuah cara atau sudut pandang perempuan. Seseorang berhak dilebeli feminis apabila dia sadar akan adanya ketimpangan struktur yang terjadi antara laki-laki dan perempuan tidak peduli dia berjenis seks laki-laki atau perempuan. Berbicara masalah feminis artinya berbicara tentang persoalan posisi politis yang merupakan produk konstruksi sosial budaya masyarakat.

Sekirannya itulah yang akan anda temui pada bab pendahuluan buku Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop yang ditulis Aquarini Priyatna. Bu atwin, sapaanya, merupakan dosen Sastra Inggris Universitas Padjadajran yang juga concern terhadap isu-isu perempuan. Buku ini adalah salah satu karyanya yang kesemuanya bernafaskan perempuanan. Buku-bukunya yang lain adalah becoming white, representasi perempuan pada 3 novel NH Dini dan 1 buku hasil terjemahanya yang berjudul feminist thought karya Rosemarie Putnam Tong.

buku ini berisi tentang pengalaman sehari-harinya yang terinternalisasi dengan konsep feminisme. Ditulis dalam bentuk esai-esai cerdas nan ringan yang dinarasikan kedalam bentuk autobiografi dengan mencitrakan bahasa yang luwes dan sederhana dengan makna yang tidak sederhana. Dibutuhkan sepersekian menit untuk mencerna setiap kata yang ditulis bu atwin, juga dibutuhkan kesabaran serta kehati-hatian untuk melepas rangkaian makna dibalik tulisannya.

Dengan keapikanya bu Atwin berhasil mengeksploitasi nilai-nilai feminis di dalam kegiatan sehari-harinya. Seperti bagaimana intereksi dirinya di dalam lingkup keluarga patriarki dan pada saat ia mendapat perlakuaan rasis ketika mengenyam pendidikan di Inggris sebagai perempuan Asia. Buku ini tidak hanya berisi pengalaman empiris dirinya, tetapi juga menjabarkan teori besar Feminisme milik Simone de Beauvoir dan menjabarkan konsep kebertubuhan perempuan yang selama ini dianggap tabu. Seperti menstruasi, rahim, dan seksualitas perempuan.

Yang tidak kalah menariknya, dalam bab-bab terakhir. Bu Atwin banyak berbicara masalah sastra dan budaya pop perempuan. Dia mengulas 3 buah novel karya NH. Dini dan juga ikut angkat suara atas kritikan terhadap Sastrawangi dalam pentas kesusastraan tanah air.

Jika boleh jujur, buku ini merupakan buku feminisme yang paling mudah dicerna dari sekian banyak buku feminisme yang pernah saya baca, sehingga layak dibaca oleh handai taulan yang ingin berkenalan lebih jauh dengan isu-isu yang berbasis keperempuanan. Terutama bagi anda yang sering berkeluh berat dan berkesah teralu serius.

Dec 14th, 2016

Beberapa Potong Tentang Sejarah Perempuan

Jika kita mencermati alur sejarah bangsa Indonesia, maka disana kita akan menjumpai nilai-nilai feminisme yang terkandung di dalam riwayat sejarah kita. Walaupun wacana feminisme belum berkembang dengan subur pada masa itu.

Jika konsep kesetaraan gender diartikan sebagai kegiatan perempuan di ranah publik atau politik, maka pada abad 19 Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Mutia telah larut dalam wacana kesetaraan, karena mereka berdua hadir dalam barisan perang Aceh. Bahkan di kisahkan oleh seorang wanita Belanda Ny. Szekely-Laulofs Cut Nyak Dien memiliki pengaruh besar dalam memberikan semangat kepada suaminya, Tengku Umar dan tetap memiliki pengaruh besar atas rakyatnya setelah kematian suaminya di medan pertempuran. Walau kala itu ia sudah tua dan sudah sering sakit-sakitan. Cut Nyak Dien dan Cut Mutia ikut terlibat dalam perjuangan merebut kemerdekaan, mereka ikut terlibat aktif dalam ranah publik. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep kesetaraan gender bukanlah sebuah konsep yang baru dan tidak semuanya merupakan gagasan dari luar. Jika kita meminjam asumsi Aquarini Priyatna maka dijelaskan feminisme merupakan konsep yang cair, jamak tidak tunggal yang tergantung dari kondisi psikologis socio-kulturalnya. Konsep feminisme yang ada di negara-negara Eropa dan Amerika merupakan sebuah reaksi dari masalah keperempuanan di negara mereka. Pengalaman ketimpangan struktur yang terjadi “Barat” akan berbeda dengan pengalaman yang terjadi di Indonesia.

Di sebagain besar wilayah Indonesia, perempuan memiliki kesempatan yang luas untuk mengaktulisasikan dirinya di ranah publik. Mengutip pernyataan Muhadjir Darwin Perempuan Jawa sejak dulu bebas melakukan aktivitas di luar rumah seperti bakulan ke pasar, bekerja di sawah, atau sekolah. Segresi antara perempuan dan laki-laki yang dialami oleh Kartini hanya banyak terjadi dikalangan kaum elit bangsawan bukan perempuan wong cilik jawa. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sebuah jaminan perempuan Indonesia telah bebas dari masalah ketimpangan gender.
Pemikiran perempuan-pun telah maju meginjak masa penjajahan kolonial Belanda. Banyak  perempuan telah sadar bahwa masalah kurangnya pendidikan terutama kepada gadis-gadis merupakan masalah sentral dari kemiskinan, pelecehan, perkawinan anak-anak, kesehatan dan pelecehan serta kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dibuktikan pada saat dilakukanya penyelidikan oleh pemerintah Belanda terhadap ketidaksejahteraanya orang pribumi di Jawa dan Madura dalam kurun waktu 1911-1913. Penyelidikan dilakukan dengan menanyakan pendapat kaum perempuan kalangan atas yang terdiri dari bidan dan guru. Artinya sudah banyak perempuan yang berpikiran maju pada masa itu walaupun dalam cakupan yang terbatas.

Menginjak awal abad 20 munculah sebuah pola gerak baru yang mengedepankan aspek intelektualitas. Pergerakan bergerak ke arah meja-meja perundingan dan diplomasi. Perjuangan perempuan pada awal kemerdekaan berfokus pada kesamaan politik, hak memperoleh pendidikan dan kesempatan dalam bekerja juga masalah pembagian kerja. Presiden Soekarno memiliki perhatian berlebih terhadap masalah keperempuanan. Dia merupaka seseorang yang pro terhadap perjuangan perempuan hal ini terlihat dari bukunya Sarinah dan Wanita Bergerak yang mengurai tentang perjuangan perempuan dan dukunganya terhadap perempuan untuk mandiri dan merebut sendiri kemerdekaanya dengan kesadaran penuh. Ia mengatakan dalam bukunya bahwa nasib perempuan Indonesia berada di tanganya sendiri dan sebaik-baiknya perjuangan adalah dengan kesadaranya sendiri, kaum laki-laki harus berhati-hati dan memberikan ruang bagi permpuan untuk mengasah kemampuan dan nalar yang dimilikinya di ruang publik.

Kebijakan Soekarno yang bernafaskan kesetaraan ditunjukan dengan diakuinya hak-hak politik kaum perempuan dengan diberikanya hak dalam memilih dalam pemilihan umum pertama tahun 1955 dan diijinkanya perempuan untuk duduk sebagai anggota parlemen. Pengesahan UU nomer 88 tahun 1958 yang berisi tentang keadilan dalam pembayaran yang sama atas upah kerja merupakan simbolisasi penerimaan negara terhadap konsep kesetaraan gender.

Mentalitas perempuan dalam perjuanganya di ranah publik juga mengalami perubahan. Diawali dari terbentuknya organisasi-organisasi keperempuanan yang pada waktu itu memiliki 2 tujuan besar yaitu persatuan dan emansipasi. Pada masa awal pergerakan, kaum perempuan berfokus pada perbaikan posisi kaum perempuan dan perjuangan untuk mendapatkan hak-hak publik. Perempuan masih memperjuangkan keududukanya sendiri. Pemikiran kaum perempuan-pun berubah seiring dengan berubahnya kondisi sosial-politik pada waktu itu. Kaum perempuan mendeklarasikan diri pada Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia -yang pada tahun-tahun selanjutnya bernama Kongres Wanita Indonesia- tahun 1930 untuk merubah arah gerak menjadi perjuangan kebangsaan secara universal mengingat pergerakan wanita saat itu sedang bergumul dengan penjajahan kolonialis Belanda. Pergerakan perempuan merupakan salah satu bagian dari pergerakan nasional bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. perubahan arah gerak tersebut dapat dipahami mengingat kondisi socio-politik yang terjadi pada masa itu. Baru setelah melewati masa penjajahan kaum perempuan mulai memperjuangkan posisinya lagi dalam hukum melalui Rancangan Undang-Undang perkawinan. Perempuan tentunya akan mendapat perlindungan dari negara atas pelecehan dan kekerasan yang terjadi di dalam institusi keluarga. Rancangan Undang-Undang ini akhirnya disahkan pada bulan Desember 1973.

 Pada masa rezim militer Orde Baru perempuan mengalami pengiburumahtanggan jika boleh meminjam istilah yang digunakan Maria Mies. Pandangan Mies dijelaskan dalam buku State Ibuism yang ditulis Julia Suryakusma, “housewifization describes the ways in which women depend on the income of their sustenance. Women are not considerd as wage earnes in the family and are perceived as non-roductive in society. As a housewife, a woman provides free domestic labour, women are also viewed as isolated and lacking adequate political and economic power. Consequently, women are placed by the state in a subordinate position to men”. Bagaimana dalam hal ini pemerintah mereduksi peran perempuan dalam ranah publik menjadi kembali ke ranah privat. Kebijakan lain yang mendukung argumentasi ini adalah di berlakukanya program PKK untuk ibu-ibu dan didirikanya organisasi Dharma Wanita yang merupakan organisasi perkumpulan istri-istri profesional. Secara simbolis organisasi ini menempatkan perempuan pada posisi subordinat laki-laki. Bayang-bayang suami yang mengindikasikan hilangnya ke-akuan dari dalam diri perempuan. Hilangnya kemandirian dan nilai-nilai individu perempuan. Soeharto “mempriyayikan” posisi perempuan dalam pembangunan bangsa. Artinya perempuan ditempatkan hanya pada proses mengasuh anak dan pendamping laki-laki pada proses pembangunan negara.

Perjuangan dalam mencapai kesetaraan sepertinya harus di revitalisasi ulang sebab permasalahan ketimpangan gender bukan hanya menjadi permasalahan perempuan tetapi juga laki-laki. Perempuan sama seperti laki-laki memiliki hak kewarganegaraan yang sama. kemajuan perempuan akan berimplikasi terhadap kemajuan laki-laki.

Oct 29th, 2016

Eskavasi filosofis “kitab seks”

Serat Centhini atau suluk Tembangraras merupakan sebuah karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa yang eksistensinya digadang-gadang setara dengan kitab Kamasutra yang dibuat oleh Vatsayayana di India. 2 kitab ini merupakan kitab yang paling banyak dimaki juga diminati. Ya, lucu memang. Seks (masih) merupakan sebuah pembahasan yang tabu di masyarakat kita. Disatu pihak Kita malu-malu untuk mengakui eksistensinya tetapi dilain pihak kita menikmati aktivitas mekanis seks itu sendiri. Pembahasan mengenai seksualitas merupakan pembahasan klasik yang tidak akan ada habisnya, ini terbukti dari kemunculan kitab-kitab seksual klasik seperti Serat Centhini dan Kamasutra, sampai History of Sexuality yang lebih modern. Hal ini sangatlah wajar karena seks merupakan naluri dasariah manusia.

Tidak sedikit orang memaknai serat Centhini dan Kamasutra sekedar sebagai kumpulan cerita dan gambar cabul, tidak lebih. Hal ini merupakan kesalahpahaman pemaknaan terhadap kitab-kitab yang seharusnya menjadi tinggi dan agung. Bila kita memahami secara lebih dalam kitab-kitab tersebut memberikan pemaparan yang tidak hanya agung tetapi juga indah tentang substansial kehidupan alamiah manusia.

Serat Centhini merupakan sebuah kitab yang berisi 2 alur cerita yang berbeda. Satu bercerita tentang Cebolang yang menceritakan perjalanan seksual dan satunya berisi tentang perjalanan seksualitas-spiritual antara Tembangraras dan Amongraga. Saya tidak akan bercerita tentang cebolang dengan perjalanan seksnya. Saya akan bercerita tentang kisah cinta yang bermakna dalam antara Tembangraras dan Amongraga. Cerita diawali dari pertemuan Amongraga dan Tembangraras yang merupakan anak kyai pesantren di Wanamarta dimana Amongraga belajar keagamaan. Di tempat inilah pertemuan dan perjalanan cinta mereka bermula. Yang menarik dari cerita ini adalah bagaimana Tembangraras dan Amongraga memutuskan untuk melakukan ratum et consumatum pada hari ke 41 pernikahanya. Amongraga meyakini bahwa kegugupan merupakan halangan bagi persenggamaan. Selama 40 hari Amongraga mengajari istrinya belajar berbagai macam ilmu pengetahuan, falsafah kehidupan dan juga keagamaan, hal itu mereka lakukan selama 40 hari. Ucapan Amongraga yang paling menyentuh saya adalah pada saat pertama kali mereka memutuskan untuk melakukan “persemedian” tersebut, “Jika kau tidak keberatan Dinda, dan dengan rahmat Allah, mulai malam ini berdua kita akan berlayar dalam diam, menentramkan nafas satu dalam lainnya, dan agar kau jadi buritan dan aku haluan. Awalnya pelayaran ini akan terasa kejam penuh larangan sebab ancaman karam sangat besar, kita akan dibawa selama empat puluh malam mengarungi tujuh lautan, silih berganti.”

Sebuah pemaknaan cinta dengan eros yang begitu mendalam. yang mungkin hanya ada di dalam buku-buku bacaan. Perjalanan spritual-seksualitas Amongraga dan Tembangraras di tulis dengan kata-kata yang begitu melankolis dengan nafas islam yang begitu kental. Percakapan yang terjadi selama 40 hari masa “suci” mereka itulah yang seolah membujuk kita untuk segera memaknai secara berbeda perihal kehidupan.

“korban” lain dari pemaknaan sempit “kitab seks” adalah Kamasutra. Banyak orang membaca kamasutra langsung pada bagian hampir akhir dari isi kitab yang bercerita tentang berbagai macam gaya. Bab 2 yang berisi pemaknaan kehidupan Catur Phurusatas atau 4 tujuan hidup agama Hindu yang dijabarkan secara filosofis dianggap sebagai basa-basi belaka. Dan hal ini pula yang sempat dikecam oleh otoritas agama Hindu di Bali dan India. Mungkin muasal kesalah kaprahan berasal dari sang penerjemah sekaligus peneliti berkebangsaan Inggris Francis Burton yang tidak menjabarkan isi dari Kamasutra secara menyeluruh. Ditambah pula dengan kebudayaan modern yang hanya mengeksploitasi seksualitas-erotis dibanding dengan nilai-nilai kebajikan nan filosofis dari kitab ini.
Di dalam kitab juga tergambar bagaimana agama Hindu tidak hanya memaknai seks sebagai aktivitas mekanis belaka tetapi juga bersifat esensial dan estetis. Sebagaimana dijabarkan dalam teks, pada saat ratum et consumatum dimaknai sebagai pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang telah melebur menjadi satu dengan Tuhan. Teks smrti ini ditulis dengan kata-kata yang begitu indah dan agung seolah ingin mengatakan bahwa “seksualitas menjadi bermakna bagi seseorang ketika ia paham betapa agung dan spiritualnya aktivitas tersebut” bukan hanya sebuah habitus monoton dari manusia.

Alangkah sedihnya Vatsyayana dan anonim yang menulis serat Centhini ketika karyanya hanya dimaknai hanya sekedar kitab porno. Padahal mereka (mungkin) ingin menyampaikan lebih dari sekedar itu, nilai-nilai filosofis dharma kehidupan juga agama dan bagaimana seksulitas bukan hanya sekedar aktivitas mekanis untuk kepuasan tetapi merupakan sebuah proses seni yang agung.

Oct 25th, 2016

Hari Perempuan Internasional





Terjemahan saya atas tulisan Alexandra Kollontai, seorang feminis kiri asal Russia. Ini merupakan tulisannya yang dipublikasikan pada tahun 1920. Alexandra merupakan sahabat karib Clara Zetkin, seorang anggota partai sosialis jerman yang menjadi peletak dasar hari perempuan internasional.

Hari Perempuan Internasional
Alexandra kollontai

Hari perempuan atau hari perempuan pekerja adalah sebuah hari solidaritas internasional dan hari yang digunakan untuk mengukur kekuatan organisasi perempuan proletar.

Bagaimanapun, ini bukanlah hari yang hanya ditujukan untuk kaum perempuan. Tanggal 8 maret merupakan hari bersejarah yang haruslah dikenang oleh para pekerja dan petani di Rusia dan dunia. Pada tahun 1917, pada hari ini, sebuah revolusi februari terjadi. Mereka adalah para pekerja perempuan di kawasan Petersburg yang menjadi pelopor dalam revolusi ini. Mereka adalah orang pertama yang memasang spanduk menentang kaum oposisi kerajaan Tsar dan para kroninya. Hari perempuan pekerja merupakan perayaan ganda bagi kami.

jika hari ini merupakan sebuah perayaan untuk semua proletariat baik laki-laki dan perempuan, mengapa hari ini dinamakan hari perempuan? mengapa kita melakukan perayaan dan pertemuan yang hanya ditujukan untuk para pekerja dan petani perempuan? bukankah ini sangat membahayakan untuk persatuan dan kesatuan kelas pekerja? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menengok kebelakang dan melihat kembali bagaimana hari perempuan bisa diwujudkan dan apa tujuan dari hari perempuan itu sendiri.

Bagaimana dan mengapa hari perempuan dibentuk?
Di tahun sebelumnya, kira-kira 10 tahun yang lalu, pertanyaan mengenai kesetaraan dan apakah perempuan bisa mendapatkan tempat dalam pemerintahan bersama dengan laki-laki telah menjadi bahan perbincangan yang hangat. Kaum kelas pekerja di semua negara kapitalis sama-sama memperjuangkan hak-hak kaum pekerja perempuan, sedang kaum borjuis tidak ingin melegalkan hak-hak itu. Mereka tidak tertarik untuk menambah kekuatan kaum pekerja di parlemen. Mereka juga menghalangi pengesahan hukum yang memberikan hak suara kepada kaum pekerja perempuan.
Kaum sosialis Amerika Utara bersikeras menuntut pemberian hak suara kepada mereka dengan gigih. Tanggal 28 februari 1909, perempuan sosialis Amerika melakukan demonstrasi besar-besaran dan melaksanakan pertemuan dengan semua negara dunia untuk membahas hak-hak politik kelas pekerja perempuan. Ini merupakan awal dimulainnya hari perempuan. Inisiatif untuk memperingati hari perempuan adalah suatu bentuk penghormatan para perempuan kepada perempuan pekerja di Amerika.

Pada tahun 1910, dimana konfrensi perempuan internasional dilaksanakan, Clara Zetkin[1] menggaungkan kembali pertanyaan mengenai perayaan hari perempuan internasional. Konfrensi memutuskan untuk merayakannya setiap tahun, di semua negara. Mereka harus merayakan hari perempuan di hari yang sama dengan semboyan “hak suara perempuan akan menyatukan kekuatan kita dalam memperjuangkan sosialisme.”

Pada tahun-tahun ini, isu pembentukan parlemen yang lebih demokratis seperti meluaskan ruang gerak perempuan dalam parlemen dan memperjuangkan hak suara perempuan menjadi isu penting. Sebelum pecahnya perang dunia pertama, para pekerja telah mendapatkan hak suara di semua negeri borjuis kecuali Rusia[2]. Hanya perempuan gila yang mampu bertahan tanpa memiliki hak ini. pada waktu yang bersamaan, kenyataan pahit dirasakan oleh para perempuan, kapitalisme menuntut adanya partisipasi perempuan untuk menjalankan roda perekonomian negara. Setiap tahun terjadi kenaikan jumlah perempuan yang bekerja pada pabrik dan toko sebagai pelayan dan pembantu. Para perempuan dan laki bekerja bersama-sama hingga kesejahteraan negara pun berada di tangan mereka. tetapi sayangnya, perempuan tetap tidak memiliki hak suara.

Beberapa tahun sebelum perang berkecamuk, harga-harga melonjak naik walaupun para ibu-ibu rumah tangga telah menuntut hak suara mereka dan memprotes perampasan ekonomi yang dilakukan oleh kaum borjuis. Semboyan “pemberontakan ibu-ibu rumahtangga” digelorakan secara meyakinkan dan menyebar ke Austria, Inggris, Perancis, dan Jerman di waktu yang berlainan.

Kelas pekerja menyadari bahwa menuntut dan memprotes saja tidak cukup untuk merobohkan kios-kios dan mengancam para pedagang asing. Mereka menyadari ada beberapa aksi yang tidak dapat mengubah harga kebutuhan hidup.  kamu harus merubah arah angin politik di pemerintahan. Dan untuk mencapainya, kelas pekerja harus melebarkan ruang gerak mereka.

Maka diputskanlah untuk melaksanakan hari perempuan di setiap negara sebagai wujud perjuangan guna mendapatkan hak suara para pekerja perempuan. Yang sekarang dikenal sebagai hari solidaritas internasional yang bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan umum. Hari ini juga digunakan sebagai alat ukur kekuatan organisasi kelas pekerja perempuan di bawah panji sosialisme.

Hari perempuan internasional pertama
Keputusan untuk mengadakan kongres internasional perempuan sosialis kedua tidak tercatat di dalam dokumen. Keputusan itu hanya dibuat pada saat hari perempuan internasional pertama yang dilaksanakan pada tanggal 19 maret 1911. Tanggal ini tidak dipilih secara sembarangan. Kamerad Jerman, memilih tanggal ini dikarenakan nilai historisnya yang penting bagi kaum proletar Jerman. Pada revolusi tanggal 19 Maret 1848, raja prussia mengakui untuk pertamakalinya kekuatan pasukan bersenjata dan memberi jalan kepada mereka sebelum ancaman kaum proletariat meningkat. Diantara janji-janji yang telah dibuatnya, dan akhirnya gagal, adalah pembahasan mengenai hak suara perempuan.

Setelah tanggal 11 januari, Jerman dan Austria berjuang keras untuk memperingati hari perempuan, mereka berencana untuk membuat demonstrasi baik secara verbal maupun tulisan. Seminggu sebelum peringatan hari perempuan terbitlah 2 buah jurnal yang berisi tentang “hak suara perempuan Jerman” dan “peringatan hari perempuan di Austria”.

berbagai macam artikel pun bertebaran untuk menyemarakan hari perempuan, diantaranya – perempuan dan parlemen, perempuan pekerja dan urusan kota, apa yang harus dimiliki ibu rumah tangga untuk berpolitik?” dll –hal ini didasari atas isu kesetaran perempuan dan laki-laki di sektor sosial dan politik. Semua artikel tertuju pada titik yang yang sama. yaitu, keharusan untuk membuat sebuah parlemen yang lebih demokratis dengan memberikan keleluasaan pada perempuan untuk berpolitik.

Hari perempuan internasional pertama jatuh pada tahun 1911 yang dilaksanakan sesuai dengan ekspektasi. Pada saat itu, para pekerja Jerman dan Austria lah yang paling bergairah, dihadiri oleh lautan perempuan. Pertemuan diorganisir di mana-mana –di kota-kota kecil, bahkan aula desa disesaki oleh para perempuan yang meminta pekerja laki-laki untuk memberikan tempatnya kepada mereka. ini merupakan pertama kalinya kaum perempuan menunjukan militansinnya. Laki-laki tetap berada di rumah bersama anak-anak mereka demi perubahan dan istri-istri mereka. Sedang para ibu rumah tangga yang diasosiasikan sebagai tawanan, pergi untuk melakukan pertemuan. 30.000 orang ambil bagian dalam demonstrasi besar-besaran di jalan, polisi mencopoti bener yang di pasang oleh para demonstran, tetapi para pekerja perempuan tetap berdiri melakukan demonstrasi. Demonstrasi diikuti oleh perkelahian. Pertumpahan darah hanya dapat dicegah oleh wakil sosialis di parlemen. Pada tahun 1913, hari perempuan internasional dipindahkan ke tanggal 8 Maret. hari ini ditetapkan sebagai hari militansi perempuan pekerja.

Apakah hari perempuan dibutuhkan?

Hari perempuan di Amerika dan Eropa menghasilkan hasil yang luar biasa. benar adanya, tidak ada satupun parlemen borjuis yang berpikir untuk membuat sebuah konsensus dengan para pekerja atau merespon tuntutan perempuan. pada waktu itu, kaum borjuis tidak merasa terancam oleh revolusi sosialis.

Tetapi, hari perempuan membuahkan hasil, hal itu bisa menjadi sebuah metode agitasi yang menakjubkan mengingat ketiadaan hak-hak politik kaum perempuan proletar.

Mereka mungin tidak banyak membantu, tetapi mereka berhasil mengalihkan perhatian lewat pertemuan, demonstrasi, poster, pamflet dan koran yang dikhususkan untuk memperingati hari perempuan. Kepentingan politik kaum pekerja perempuan adalah untuk diri mereka sendiri: “Ini adalah hari kami, sebuah perayaan untuk para perempuan pekerja” dan mereka pun bergegas pergi ke pertemuan dan demonstrasi. Selang beberapa hari setelah hari peringatan tersebut, banyak perempuan yang ikut bergabung dengan partai sosialis dan ikut menghidupkan serikat buruh. Peningkatan jumlah organisasi dan kesadaran politik kian meningkat. Hari perempuan memiliki fungsi lain yakni menguatkan solidaritas para pekerja internasional. Dalam kesempatan ini partai-partai dari berbagai negara biasanya saling bertukar untuk menjadi permbicara: kamerad Jerman pergi ke Inggris, kamerad Inggris pergi ke Belanda dst. Kekompakan kelas pekerja internasional menjadi lebih kuat dan erat, hal ini menandakan kekuatan perlawanan kaum proletar sebagai kesatuan telah berkembang.
Ini adalah buah dari militansi yang ditunjukan pada peringatan hari perempuan pekerja yang berhasil meningkatkan kesadaran dan keorganisasian perempuan proletar. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi yang telah diberikan merupakan sasuatu yang sangat berharga untuk masa depan kelas perkerja yang lebih baik.

Hari perempuan pekerja di Russia
Pekerja perempuan Russia pertama kali ikut ambil bagian, dalam peringatan hari perempuan pekerja, pada tahun 1913. Ini merupakan reaksi dari pengekangan yang dilakukan kerajaan Tsar atas kebebasan para pekerja dan petani. Tidak ada kesempatan untuk memperingati hari perempuan pekerja dengan berdemonstrasi di muka publik. Mereka hanya boleh menandai hari internasional mereka. 2 koran legal milik kelas pekerja – Bolshevik Pravda dan Menshevik Luch- mengangkat isu hari perempuan internasional[3]. Mereka membuat artikel khusus, mengambil beberapa gambar gerakan pekerja peempuan dan sambutan dari kamerad Bebel dan Zetkin[4].

Dalam tahun-tahun yang gelap ini pertemuan dilarang. Tetapi di Petrograd, di acara Kalashaikovsky Exchange, anggota parati perempuan mengadakan diskusi publik tentang “pertanyaan perempuan” dengan tiket masuk seharga 5 kopecks. Diskusi ini merupakan acara illegal tetapi tetap saja aula dipenuhi oleh para pekerja. Para anggota partai berbicara. Diskusi yang berlangsung tertutup ini hampir tidak selesai ketika polisi memberikan peringatan ditengah prosesi acara, para polisi itu mengintervensi dan menahan beberapa pembicara. Ini merupakan langkah penting bagi kelas pekerja di dunia bahwasannya perempuan Rusia, yang hidup di bawah pemerintahan represif Tsar, bisa bergabung dengan entah bagaimana caranya mengorganisir tanpa pengetahuan dalam peringatan hari perempuan Internasional. Ini merupakan pertanda baik, Rusia telah bangkit, penjara dan tiang gantung kerajaan Tsar tidak berdaya membunuh semangat perjuangan dan protes.

Pada tahun 1914, “hari perempuan pekerja” di Russia sudah lebih teroganir. Koran-koran kiri memberikan animo yang cukup besar pada perayaan mereka. kamerad telah banyak berjuang dalam melakukan persiapan. Walaupun pada akhirnya mereka tidak jadi melakukan demonstrasi akibat adanya intervensi yang dilakukan oleh polisi. Mereka yang terlibat dalam rencana ini harus merelakan diri masuk dalam tahanan kerajaan Tsar dan sebagian dari mereka dikirim ke wilayah utara yang dingin. Semboyan “untuk hak suara pekerja perempuan” secara alamiah menjadi pemantik bagi penggulingan otokrasi Tsar.

Hari perempuan pekerja selama perang imperialis
Perang dunia pertama pecah. Kaum kelas pekerja di semua negara diselimuti dengan darah perang. Pada tahun 1915 dan 1916 hari perempuan pekerja di semua negeri melemah – organisasi sayap kiri perempuan sosialis menyebarkan cita-cita partai Bolshevik Rusia. Mereka ikut terlibat dalam demonstrasi pekerja perempuan pada tanggal 8 maret yang menolak perang dunia pertama.
Tetapi para penghianat partai sosialis di Jerman dan beberapa negara lainnya tidak mengijinkan para perempuan untuk mengadakan pertemuan. Mereka juga menolak paspor perjalanan perempuan sosialis untuk pergi ke negara netral dimana para anggota kelas pekerja perempuan akan mengadakan pertemuan internasional dan menunjukan solidaritas mereka ditengah himpitan kaum bojuis.
Pada tahun 1915, Norwegia menjadi satu-satunya negara yang sanggup mengorganisir demonstrasi berskala internasional tepat pada peringatan hari perempuan yang dihadiri oleh perwakilan dari Russia dan negara-negara netral lainnya. Tidak ada angan-angan untuk melakukan pengorganisiran guna memperingati hari perempuan di Russia, karena kokohnya kekuasaan dan senjata militer kerajaan Tsar yang sulit ditumbangkan.

Kemudian datanglah tahun yang luar biasa, tahun 1917. Dimana kelaparan, cuaca dingin, dan percobaan perang membuyarkan kesabaran para pekerja dan petani perempuan di Rusia. Pada tahun 1917, tanggal 8 maret (23 February), tepat pada saat peringatan hari perempuan, beberapa istri tentara –menuntut “roti untuk anak-anak” dan “kembalikan suami kami dari parit”. Di waktu yang menentukan ini para pekerja perempuan menjelma menjadi sebuah ancaman bahkan pasukan keamanan Tsar tidak berani mengambil langkah yang biasa mereka lakukan kepada para pemberontak, Mereka terlihat kebingungan di tengah lautan orang-orang yang murka.
Peringatan hari perempuan pekerja internasional tahun 1917 menjadi peringatan yang paling bersejarah. Pada hari ini para perempuan Russia menaikan obor revolusi proletar dengan jiwa yang bergelora. Revolusi February pun dimulai dari hari ini.


Panggilan perang
Hari perempuan pekerja pertama dilaksanakan sepuluh tahun lalu dengan mengusung kampanye kesetaraan perempuan pada sektor politik dan perjuangan kaum sosialis. Tujuan ini telah dicapai oleh kaum kelas pekerja perempuan di Russia. Di negeri Republik Soviet, kelas pekerja dan petani perempuan tidak perlu lagi berjuang untuk mendapatkan kebebasan dan hak-hak sipil. Mereka telah mendapatkannya. Para pekerja dan petani perempuan Rusia adalah warga negara yang sama – tangan-tangan mereka adalah senjata terkuat untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik – hak bersuara, hak menjadi anggota dewan, dan semua organisasi kolektif[5]. Tetapi, hak-hak saja tidaklah cukup. Kita harus belajar untuk menggunakannya dengan baik. Hak untuk memilih adalah sebuah senjata yang harus kita pelajari sampai khatam untuk kepentingan organisasi dan para pekerja Republic Soviet.

2 tahun di bawah kekuasaan Soviet, kehidupan tidak sepenuhnya berubah. Kami hanya berkutat pada proses perjuangan untuk mencapai komunisme dan masih dikelilingi oleh warisan masa lalu yang gelap dan represif. Belenggu keluarga, pekerjaan rumah, prostitusi masih menjadi sumber kecemasan kaum pekerja perempuan. Pekerja dan petani perempuan hanya dapat bertumpu pada diri mereka sendiri untuk mencapai kesetaraan yang mereka inginkan, tidak hanya bergantung kepada hukum, semua bisa terjadi apabila mereka rela menghabiskan seluruh energi mereka untuk membuat Russia menjadi wilayah komunis sejati.

Untuk mempercepat keadaan ini, hal pertama yang harus kita lakukan adalah memberbaiki kehancuran sistem ekonomi Russia. Kita harus segera menyelesaikan 2 tugas –membuat organisasi dan membangun kesadaran politik para buruh dan membangun kembali jaringan transportasi. Jika para buruh berhasil, kita akan segera memiliki mesin uap lagi: jalan kereta akan kembali berfungsi lagi. Ini artinya para pekerja perempuan dan laki-laki akan mendapatkan roti dan kayu bakar yang sangat mereka butuhkan.

Dengan memfungsikan kembali jaringan transportasi seperti sediakala maka sekiranya akan mempercepat kemenangan komunisme. Dengan kemenangan yang diperoleh komunisme itulah kesetaraan yang diperjuangkan akan lebih lengkap dan sempurna. Itulah mengapa pesan yang disampaikan pada hari perempuan pekerja tahun ini berisi: “perempuan pekerja, petani, ibu, istri, saudara, bersatu padu untuk menolong para pekerja dan kamerad guna membereskan kekacauan jalan kereta api dan membangun kembali jaringan transportasi. Setiap orang berjuang untuk roti dan kayu bakar dan kebutuhan mereka”

Tahun lalu selogan hari perempuan pekerja adalah “semua untuk kemenangan garda merah”[6] sekarang para pekerja perempuan menghimpun kekuatan baru utuk garda terdepan – barisan buruh! Pasukan merah berhasil mengalahkan musuh yang berasal dari luar karena ter-organisir, disiplin dan rela dalam berjuang. Dengan organisasi yang solid, kerja keras, kedisiplinan, dan spirit perjuangan, para pekerja dapat mengatasi musuh internal- dislokasi transportasi, ekonomi, kelaparan, cuaca dingin, dan wabah. “semua orang menjadi bagian dari kemenangan barisan buruh! Ini adalah kemenangan rakyat!

Tugas baru hari perempuan pekerja
Revolusi oktober telah memberikan kesetaraan hak-hak sipil yang telah lama mereka perjuangkan. Perempuan proletariat Russia yang sempat menderita dan tertindas, sekarang di bawah Republik Soviet mampu membanggakan diri mereka di depan para kawan-kawan di negara lain. jalan untuk mencapai kesetaraan politik adalah melalui kediktatoran proletariat dan kekuatan dewan.
Situasi ini sangat berbeda dengan negara kapitalis lain, dimana perempuan tetap memiliki jam kerja yang panjang dan miskin. Disini suara perempuan pekerja sangat lemah dan tidak bernyawa. Di beberapa negara seperti Norwegia, Australia, Finlandia, dan beberapa negara bagian Amerika utara- perempuan telah memenangkan hak-hak sipil bahkan sebelum perang berkecamuk[7].

Di Jerman, setelah kerajaan runtuh dan pemerintahan borjuis berdiri yang kemudian dipimpin oleh kaum moderat[8], 36 perempuan masuk ke dalam parlemen- tetapi tidak satupun yang berhaluan komunis!

Tahun 1919, di Inggris, seorang perempuan untuk pertama kalinya terpilih menjadi anggota parlemen. Tetapi siapa dia? Seorang perempuan. Seorang perempuan aristokrat dan tuan tanah[9].
Di perancis, pertanyaan akan perempuan telah mengudara akhir-akhir ini, yaitu tuntutan keleluasaan ruang gerak bagi perempuan.

Tetapi, apa gunannya hak-hak ini bagi para pekerja perempuan yang berada dalam kungkungan rangka parlemen borjuis? Sementara kekuatan berada di tangan kaum kapitalis dan pemilik modal, tidak ada hak-hak politik yang akan menyelamatkan perempuan dari posisi lamanya, menjadi tahanan rumah dan sosial. Kaum borjuis perancis siap untuk melemparkan SOP lain untuk kaum kelas pekerja, dalam menghadapai gempuran pertumbuhan ide kaum Bolshevik diantara kelas pekerja: mereka siap untuk memberikan hak suara kepada perempuan[10].


Kepada tuan-tuan Borjuis- ini sudah terlamabat!
Setelah pengalaman revolusi oktober di Russia, jelaslah sudah untuk para pekerja perempuan di Perancis, Inggris dan negara-negara lainnya bahwa hanya kediktatoran kelas pekerjalah!, hanya kekuatan dewanlah! yang dapat menjamin kesetaraan sejati!. kemenangan telak kaum komunis akan memutus rantai penindasan dan pengekangan hak-hak yang pernah terjadi di masa lalu. Jika pada awalnya tugas hari perempuan pekerja internasional adalah menghadapi kebesaran parlemen borjuis untuk memperjuangkan hak suara kaum perempuan. Maka tugas yang diemban kelas pekerja sekarang adalah mengorganisir semua perempuan pekerja untuk mendukung semboyan konfrensi internasional ketiga. Alih-alih mengambil peran dalam parlemen borjuis, mereka malah menyerukan instruksi Russia –“untuk para perempuan pekerja seluruh negara! Rapatkan barisan pada persatuan proletar di garis depan guna melakukan perlawan kepada mereka yang telah merampas dunia! Keluarlah dari parlemen borjuis! Sambutlah kehebatan Soviet! pergilah dari penderitaan akibat ketidaksetaraan perempuan dan laki-laki pekerja! Kami akan berjuang bersama pekerja untuk kejayaan komunisme!

Seruan ini pertama kali terdengar di tengah-tengah pembentukan pemerintahan baru, dalam peperangan sipil seruan ini akan terdengar dan akan menggetarkan hati para pekerja perempuan di negara lain. Mereka akan mendengarkan dan mempercayai seruan ini dengan baik. Sampai sekarang mereka masih berpikir bahwa jika mereka mengirimkan perwakilan ke dalam parlemen, maka kehidupan mereka akan jauh lebih baik dan dapat menangkal pengekangan yang akan dilakukan oleh pihak kapitalis. Sekarang mereka tau, bahwa itu tidaklah benar.

Hanya penggulingan kapitalis dan pendirian Soviet yang akan menyelamatkan mereka dari dunia penderitaan, kenestapaan, dan ketidak setaraan yang telah membuat kehidupan perempuan pekerja di negara kapitalis begitu berat. Hari perempuan pekerja berawal dari perjuangan untuk mendapatkan keleluasaan ruang gerak dan diakhiri dengan perjuangan untuk mendapatkan kebebasan perempuan secara mutlak yang artinya perjuangan untuk kejayaan Soviet dan komunisme!!

Runtuhkan dunia kepemilikan dan kekuatan kapital!
Menjauhlah dari ketidakadilan, ketiadaan hak, dan pengekangan perempuan –yang merupakan warisan dunia borjuis!
Datanglah pada persatuan internasional perempuan dan laki-laki pekerja dalam perjuangan untuk mendapakan kediktatoran kaum proletar- kaum proletar laki-laki dan perempuan!


[1] Clara Zetkin merupakan pemimpin gerakan sosialis Jerman dan pemimpin utama gerakan perempuan pekerja internasional. Sedangkan, Kollontai adalah delegasi yang mewakili para pekerja tekstil di wilayah St. Petersburg.
[2] Hal ini kurang akurat. Mayoritas pekerja di Inggris, Perancis, dan Jerman tidak memiliki hak suara. Dan masih ada sebagain kecil kelas pekerja laki-laki di Amerika yang tidak mendapatkan hak suara, khususnya para laki-laki imigran. Di Amerika Selatan laki-laki sering dicegah untuk menggunakan hak suara mereka. Kaum kelas menengah yang telah memiliki hak suara di seluruh negara-negara Eropa tidak memperjuangkan hak suara kaum pekerja –laki-laki maupun perempuan.
[3] Pada kongres tahun 1903, partai sosial demokrat Rusia terbagi menjadi dua yakni, Bolsheviks (yang berarti “mayoritas” dalam bahasa Rusia dan Menshevik (yang artinya “minoritas”). Dalam periode 1903 sampai 1912 (ketika divisi telah ditetapkan) dua kubu saling bekerja sama, kompak dalam waktu yang sebentar kemudian pecah lagi. Banyak organisasi sosialis, termasuk semua organisasi lokal bekerja untuk kedua kubu dan berusaha untuk bersikap netral dalam konflik yang terjadi. Kollontai, seorang aktivis perempuan dan pejuang hak-hak perempuan sejak tahun 1899, adalah orang pertama yang memutuskan untuk berdiri sendiri di dalam faksi dan bergabung dengan Manshevik untuk beberapa tahun. Dia bergabung dengan Bolshevik di tahun 1915 dan menjadi satu-satunya perempuan dalam komite sentral mereka. Dia juga menjabat sebagai komisaris kesejahteraan Reublik Soviet dan kepala divisi perempuan partai Bolshevik.
[4] August Bebel (1840-1913) adalah pemimpin partai sosialis demokrat Jerman. Dia dikenal sebagai pendukung gerakan perempuan dan penulis buku klasik tentang hubungan ide marxis dan perempuan. dia menulis sebuah buku yang berjudul Die Frauenfrage, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi  Women Under Socialism.
[5] Kata “Soviet” memiliki arti dewan, soviet atau anggota dewan adalah pilar demokrasi yang berisi perwakilan yang dipilih dari pabrik dan lingkungan sekitar yang dikontrol oleh pekerja perempuan dan laki-laki. Para perwakilan Soviet wajib melapor kepada konstituen mereka. para perwakilan juga dijadikan alat untuk melaksanakan seruan partai.
[6] Setelah kelas pekerja berhasil merebut kepemimpinan pada oktober/november 1917, mereka dihadapi oleh 2 masalah yang besar. pertama, terjadinya invasi yang dilakukan 13 negara, termasuk US, kedua adanya perlawanan yang dilakukan kelompok yang pro-kerajaan dan pro-kapitalis di Russia. Para dewan, terutama Leon Trotsky, membuat pasukan pekerja dan petani, pasukan merah, yang ditugaskan untuk mengalahkan kelompok kontra-revolusi.
[7] Para perempuan telah memiliki hak-hak politik di beberapa negara bagian Amerika, Negara yang mempelopori terjadinya perang dunia pertama. Amanadamen yang dilakukan oleh pemerintah federal berisi penjaminan hak-hak politik untuk semua perempuan di lebih dari 21 negara bagian dan di sahkan pada tanggal 26 Agustus 1920. Tetapi sayangnya kebijakan itu hanya bertahan selama 40 tahun. Pada tahun 1960 hak perempuan untuk memilih dihapuskan.
[8] Kata moderat yang dipakai Kollontai mengacu pada pemimpin sosial-demokrat yang membentuk pemerintahan kapitalis baru di Jerman setelah hancurnya kerajaan pada tahun 1918. Mereka aktif mendukung aksi kontra-revolusioner setelah memiliki jabatan.
[9] Ketika Lady Astor, kaum aristokrat, terpilih dalam parlemen Inggris. Perempuan pertama yang dipilih adalah Constance Markievicz dia adalah seorang revolusionaris Irlandia. Bersama dengan anggota partai Sinn Fein, dia menolak kursi parlemen kapitalis.
[10] Perempuan prancis baru mendapatkan hak pilihnya setelah perang dunia ke-2.

Oct 25th, 2016

CSR, Idealitas, dan Negara Dunia ke-3

Baru –baru ini, sebuah brand perawatan kulit merek global melakukan suatu rangkaian kegiatan ke daerah-daerah kantong kemiskinan dan terda...